Kemenhub Larang Gojek, Jokowi Tetap Dukung


Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang dipimpin oleh Ignasius Johan baru saja menandatangani surat larangan operasi taksi dan ojek berbasis online pada Kamis, 17 Desember 2015. Pelarangan tersebut langsung mendapatkan respon negatif dari masyarakat karena masyarakat merasa bahwa mereka masih membutuhkan layanan transportasi online yang praktis dan efisien seperti Go-Jek, Blu-Jek, GrabBike, Grab Car, Grab Taksi, dan lain sebagainya. Alasan Kemenhub melakukan pelarangan adalah keamanan, keselamatan lalu lintas, dan pelanggaran hukum yang mana kendaraan pribadi tidak boleh dijadikan sebagai angkutan umum. Alasan-alasan tersebut masih tidak masuk akal karena layanan transportasi seperti Go-Jek memiliki standar keamanan yang tinggi seperti mengutamakan helm dan alat-alat berkendara lainnya baik di sisi pengemudi dan penumpang. Di samping itu, jika alasannya adalah penggunaan kendaraan pribadi tidak boleh dijadikan sebagai kendaraan umum, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa yang dilarang hanya yang berbasis online saja. Sekarang, banyak ojek biasa dan rental mobil yang bermunculan dimana-mana yang juga menyalahi aturan namun tidak ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang. Ada ketidakadilan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Kemenhub. Blanket policy ini tidak hanya tidak adil, melainkan juga merugikan industri digital dan masyarakat.

Kemenhub harus menyadari bahwa industri layanan transportasi online seperti Go-Jek menyerap banyak tenaga kerja baik di sisi pengendara dan pekerja IT. Pelarangan industri tersebut berdampak pada pemecatan masal yang merugikan individu-individu yang pendapatannya bergantung pada industri tersebut. Jika Kemenhub melihat meme dan post yang bersebaran di sosial media, banyak pengemudi yang berjuang keras mencari uang sebagai pengemudi Go-Jek karena mereka merasa bahwa mereka sangat butuh uang dan mereka lebih memilih menjadi pengendara daripada pengangguran. Pelarangan ini akan membuat kalangan masyarakat tersebut menjadi semakin terpuruk karena mencari pekerjaan baru tidak mudah. Dalam kasus ini, Kemenhub tidak memperhatikan sisi pekerja yang membutuhkan sumber pencarian untuk memenuhi kehidupan dan mendanai keluarga mereka. Para pekerja tersebut berhak untuk tetap bertahan di pekerjaan tersebut karena pekerjaan tersebut tidak ilegal dan sesuai dengan permintaan masyarakat. Di samping itu, Kemenhub juga seharusnya mempertimbangkan pengambilan keputusan dari sudut pandang CEO atau para pendiri industri tersebut karena mereka telah melakukan investasi yang sangat besar dalam mengembangkan layanan transportasi online tersebut. Namun, pelarangan tersebut membawa bencana finansial bagi mereka karena peralatan dan kendaraan yang mereka punya sekarang menjadi sia-sia padahal mereka belum tentu sudah balik modal. Kemenhub tidak sepantasnya memberhentikan industri tersebut karena industri memiliki privasi yang sepantasnya dihormati. Kemenhub juga tidak memberikan stimulus dana kepada mereka baik dalam investasi ataupun kompensasi, sehingga Kemenhub sebenarnya tidak sepenuhnya berwenang dalam melarang keberjalanan industri tersebut.

Dalam kasus tersebut, Kemenhub juga tidak mempertimbangkan pengambilan keputusan dari sisi masyarakat. Masyarakat saat ini sangat bergantung dengan layanan transportasi online seperti Go-Jek karena layanan yang mereka berikan sangat bagus dan kompeten. Go-Jek juga cukup murah, sehingga bisa diakses oleh berbagai segmen masyarakat. Go-Jek juga mampu mendatangi penumpang dengan cepat dan melayani pengantaran dalam jarak yang jauh. Kepraktisan tersebut mempermudah masyarakat dalam beraktivitas sehari-hari. Layanan Go-Jek membuat masyarakat menjadi lebih mudah dan cepat untuk pergi ke kampus atau kantor dibandingkan dengan menunggu barisan yang sangat panjang di depan halte TransJakarta yang sering terjadi pencopetan dan kebakaran. Go-Jek juga mempermudah masyarakat dalam membeli barang tertentu tanpa harus pergi ke tempatnya langsung, sehingga menghemat waktu masyarakat. Layanan Go-Jek yang kompeten menjadi faktor yang membuat masyarakat memberikan kepercayaan yang sangat besar pada industri tersebut. Mereka pantas mendapatkan kepercayaan tersebut karena kerja keras mereka telah memberikan dampak baik yang cukup signifikan bagi keberlangsungan hidup masyarakat. Seharusnya, pengambilan keputusan suatu kebijakan tidak diambil dari satu sisi saja. Segala kebijakan akan kembali ke masyarakat, sehingga perspektif masyarakat perlu dipertimbangkan secara bijaksana.

Inovasi yang berawal dari aplikasi smartphone semacam ini tidak sepantasnya diberhentikan. Pemerintah seharusnya mendorong inovasi yang mempermudah kehidupan masyarakat. Larangan semacam ini memberikan pesan yang buruk bagi entrepreneur lainnya dalam berinovasi di luar sana. Jokowi menyatakan pendapatnya secara eksplisit bahwa inovasi memang vital apalagi Indonesia akan segera memasuki free trade agreement dalam jangka waktu singkat. Masyarakat berharap dukungan Jokowi tidak hanya sekadar di bibir, namun ada tindakan pasti secara langsung oleh Jokowi dalam memperjuangan eksistensi layanan transportasi online seperti melakukan lobby atau konferensi. Layanan transportasi tersebut sebaiknya diberlakukan secara terbuka daripada dilarang namun terjadi secara blackmarket. Keterbukaan dalam pelaksanaan layanan transportasi tersebut membuat pemerintah menjadi mudah dalam check and balance. Jika industri tersebut bermain di belakang, kontrol akan menjadi semakin susah ke depannya.

Penulis : Gabe Dhiar Simorangkir (Undip)
Sumber Gambar : www.javapos.com

Comments