
Beberapa bulan terakhir ini, masyarakat Indonesia merasa cukup khawatir dengan persiapan Indonesia yang masih kurang dalam memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mendatang. Kekhawatiran masyarakat menjadi semakin meningkat dengan adanya wacana bahwa Jokowi ingin bergabung dengan Trans-Pacific Partnership (TPP) yang merupakan free trade agreement dalam jangkauan yang lebih luas dibandingkan MEA. Yang menjadi kekhawatiran terbesar masyarakat adalah ketidaksiapan Indonesia sendiri. Masyarakat merasa bahwa ketidakpastian mengenai bisa atau tidaknya Indonesia dalam bertahan di MEA mendatang membuat mereka semakin ragu jika TPP merupakan prospek yang menjanjikan bagi Indonesia ke depannya. Masyarakat takut bahwa tindakan yang tergesa-gesa semacam ini akan menyakiti perekonomian bangsa dan kesejahteraan masyarakat.
Jokowi dan pihak pemerintahan merasa bahwa bergabung dengan TPP akan membuat Indonesia menjadi semakin makmur karena bisa memperluas jangkauan perdagangan dengan negara-negara di daerah Pasifik lainnya seperti US dan UK, sehingga target pasar menjadi semakin membesar. Sistem single market membuat perdagangan tanpa barir pajak maupun birokrasi, sehingga perusahaan lokal bisa menjual komoditas barang yang mereka produksi ke pasar internasional dengan lebih mudah dan memperoleh untung yang lebih besar yang kelak dikenakan pajak dan meningkatkan pemasukan negara. Pemasukan negara tersebut kelak digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan infnrastruktur, welfare program, dan lain sebagainya.
Sayangnya, semua hal tersebut hanya bisa tercapai jika Indonesia memiliki kualitas produk dan jasa yang sama bagus atau lebih bagus dibandingkan dengan anggota-anggota TPP lainnya, sehingga mampu berkompetisi di pasar internasional. Yang menjadi permasalahan adalah kualitas produk dan jasa perusahaan lokal masih kalah jauh dibandingkan dengan anggota-anggota TPP lainnya. Mayoritas anggota TPP adalah negara maju, sehingga mereka mempunyai resources yang lebih memadai dan canggih dibandingkan dengan Indonesia yang mana hal tersebut membuat produk dan jasa mereka menjadi lebih berkualitas. Dari segi pendidikan pun, mereka lebih unggul, sehingga proses pembuatan produk menjadi lebih maksimal. Yang ditakutkan adalah Indonesia sendiri menjadi target dari anggota-anggota TPP tersebut. Indonesia sangat konsumtif dan perilaku tersebut dapat dimanfaatkan oleh negara-negara tersebut untuk memonopoli pasar di Indonesia dan membuat perusahaan lokal rugi dan tutup lapak karena bangkrut.
Untuk saat ini, Indonesia masih belum siap untuk mengambil langkah yang lebih jauh dari MEA. Indonesia harus fokus telebih dahulu pada free trade agreement berskala ASEAN yang akan berlangsung dalam jangka waktu singkat. Jika Indonesia sudah mampu bersaing di tingkat ASEAN, selanjutnya Indonesia bisa meningkatkan persiapan menuju TPP yang berskala lebih besar. Oleh sebab itu, TPP bukan langkah yang strategis untuk diambil saat ini. Bahkan, Megawati sebagai kepala partai yang menaungi Jokowi dan Prabowo sebagai mantan calon presiden periode ini menyatakan secara eksplisit ketidaksetujuan mereka tentang wacana keterlibatan Indonesia dalam TPP. Dalam kasus ini, rasionalitas mereka perlu dipertimbangkan karena Indonesia memang masih belum siap untuk berkompetisi dengan negara yang lebih maju dari Indonesia sendiri. Untuk saat ini, Indonesia sebaiknya mematangkan persiapan menuju MEA agar masyarakat bisa bertahan dalam kompetisi yang kelak berlangsung dengan masyarakat ASEAN lainnya.
Penulis : Gabe Dhiar Simorangkir (Undip)
Sumber Gambar : http://www.lensaindonesia.com/
Penulis : Gabe Dhiar Simorangkir (Undip)
Sumber Gambar : http://www.lensaindonesia.com/
Comments
Post a Comment